25.000 Pengemudi Ojol Gelar Aksi Nasional, Tuntut Batas Potongan Aplikasi Maksimal 10%
Jakarta – Sebanyak 25.000 pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai daerah di Indonesia menggelar aksi demonstrasi nasional bertajuk “Aksi 205”. Aksi ini digelar serentak di sejumlah kota besar dengan pusat konsentrasi massa di Jakarta. Para peserta menyuarakan lima tuntutan utama kepada pemerintah dan perusahaan aplikasi penyedia layanan transportasi daring.
Aksi tersebut menyasar sejumlah titik strategis, termasuk Kementerian Perhubungan, Istana Merdeka, dan Gedung DPR RI. Para pengemudi menuntut kejelasan regulasi dan keadilan dalam sistem kemitraan yang mereka nilai merugikan pihak pengemudi.
Salah satu tuntutan utama yang digaungkan adalah penetapan batas maksimal potongan biaya aplikasi sebesar 10%. Para pengemudi menilai potongan yang diberlakukan saat ini—yang berkisar antara 20% hingga 30%—sangat membebani penghasilan mereka, terutama di tengah meningkatnya biaya hidup dan harga bahan bakar.
Selain itu, massa aksi juga menuntut perbaikan sistem kemitraan antara pengemudi dan perusahaan aplikasi, peningkatan transparansi dalam penentuan tarif, penghentian pemutusan kemitraan secara sepihak, serta perlindungan hukum dan jaminan sosial bagi pengemudi.
Aksi ini berlangsung secara damai, namun mengakibatkan kemacetan di beberapa titik utama ibu kota. Aparat kepolisian tampak berjaga untuk mengamankan jalannya aksi dan mengatur arus lalu lintas. Perwakilan pengemudi juga telah menyerahkan dokumen tuntutan kepada pihak-pihak terkait.
Namun demikian, tidak semua pengemudi ojol ikut serta dalam aksi ini. Sebagian pengemudi memilih tetap bekerja seperti biasa dengan pertimbangan kebutuhan ekonomi harian. Meski demikian, mereka juga menyuarakan keluhan yang sama.
Menariknya, selama aksi berlangsung, para pengemudi yang tetap beroperasi melaporkan adanya peningkatan order fiktif, yakni pesanan palsu yang tidak bisa diselesaikan. Hal ini menambah beban kerja dan ketidakpastian pendapatan bagi mereka yang tidak mengikuti aksi. Beberapa pengemudi menduga order fiktif tersebut dilakukan oleh oknum sebagai bentuk sabotase terhadap operasional mereka.
Menanggapi aksi ini, pihak Kementerian Perhubungan menyatakan akan menampung aspirasi pengemudi ojol dan melakukan koordinasi dengan perusahaan aplikasi. Pemerintah mengaku akan meninjau kembali regulasi yang mengatur kemitraan antara pengemudi dan platform digital untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan.
Aksi 205 ini mencerminkan kian mendesaknya perbaikan sistem transportasi daring di Indonesia. Dengan jutaan pengemudi yang bergantung pada penghasilan harian, suara mereka menjadi penting untuk didengar demi terciptanya ekosistem transportasi digital yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.

Komentar
Posting Komentar